Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memaparkan pihaknya terus berupaya agar iklim investasi hulu migas di Indonesia bergairah. Salah satunya dengan memberikan insentif untuk skema kontrak bagi hasil Gross Split bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Sri Mulyani menilai bahwa ketahanan energi menjadi prioritas penting bagi pemerintah saat ini maupun selanjutnya. Oleh sebab itu, upaya peningkatan produksi migas terus dilakukan melalui berbagai instrumen fiskal dikeluarkan.
“Waktu itu Menteri ESDM meminta skema kontrak Cost Recovery 2017 melalui PP 27 diubah menjadi PP 52 dalam bentuk Gross Split dan resmi perpajakan berubah,” kata dia saat Konferensi Pers RAPBN 2025 di Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Lebih lanjut, pihaknya akan selalu mendengar dan berkoordinasi dengan kementerian teknis guna melihat instrumen fiskal dapat lebih mendorong ketahanan energi dan mendorong peningkatan lifting migas.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumya menyebut bahwa investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia sangat rendah dalam waktu 30 tahun belakangan ini. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil identifikasi gugus tugas yang ia buat.
Menurut Luhut, pihaknya telah melaporkan temuan tersebut kepada Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Sehingga, rendahnya iklim investasi migas di Indonesia dapat segera diatasi.
“Saya meminta mereka (gugus tugas) untuk mengidentifikasi mengapa selama 30 tahun terakhir kita memiliki sangat sedikit, mungkin nol investasi baru di bidang migas. Jawabannya adalah ini ada 11 hal yang harus kita perbaiki,” ujar Luhut dalam Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di Jakarta, dikutip Kamis (15/8/2024).
Luhut mengungkapkan rendahnya iklim investasi migas di Indonesia terjadi karena adanya kebijakan yang salah dari Kementerian Keuangan. Oleh sebab itu, hal ini perlu segera diperbaiki.
“Jadi, saya juga bilang ke kolega kita dari Menteri Keuangan, ada yang salah dengan kalian. 30 tahun tidak ada investasi, pasti ada yang salah dengan regulasinya. Kita harus mengubah atau memperbaiki regulasi ini,” ujarnya.
Perlu diketahui, hingga semester I 2024, produksi terangkut (lifting) minyak RI rata-rata berada di bawah level 600.000 barel per hari (bph). Berdasarkan laporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting minyak RI selama Januari-Juni 2024 tercatat “hanya” mencapai 576 ribu bph, atau 91% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 635 ribu bph.
Begitu juga dengan realisasi salur gas, selama semester I 2024 tercatat “hanya” mencapai 5.301 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) tau 92% dari target dalam APBN 2024 sebesar 5.785 MMSCFD
Tak hanya produksi minyak dan gas bumi, investasi migas pun mengalami kondisi serupa. Investasi hulu migas pada semester I 2024 hanya mencapai US$ 5,6 miliar atau 31,6% dari target APBN 2024 US$ 17,7 miliar. Bahkan, hingga akhir 2024 ini investasi migas diperkirakan hanya mencapai sekitar US$ 15,7 miliar.